Pertama, entah kenapa muncul pertanyaan dalam diri saya,
Apakah Allah itu adalah pribadi yang narsistik? Pribadi yang haus akan kasih dan puji-pujian dari umat ciptaan Nya? Pribadi yang merasa gusar dan ketakutan ketika tidak ada orang yang menyembah Dia?Saya pernah menonton salah satu film terbaik tahun 2000 yang berjudul Gladiator. Dalam film tersebut diceritakan tentang seorang raja yang begitu ketakutan tidak dicintai, tidak dipuja, dan tidak dipatuhi oleh rakyatnya. Dia melakukan segala cara agar rakyatnya mencintai dia, memuja dia, dan mematuhi dia. Salah satu caranya ialah dengan membangun arena pertandingan hidup mati antara para gladiator yang disebut dengan Coloseum. Apakah Allah adalah pribadi yang seperti itu?
Tetapi akhirnya saya menemukan dan akhirnya diingatkan bahwasanya Allah adalah pribadi yang sempurna. Allah tidak harus menciptakan manusia, tetapi Allah memilih menciptakan kita. Allah tidak akan merasa kurang ketika Allah tidak dikasihi dan dipuji-puji umatNya. Karena kasih sempurna sudah ada dalam relasi Tritinas sebelum segala sesuatunya diciptakan (dimana ada kasih antara Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus). Manusia diciptakan (pada dasarnya) adalah sebagai bentuk aliran kasih Trinitas dimana Allah menyatakan kasih Nya melalui ciptaan Nya. Allah tidak akan merasa gusar dan was-was ketika tidak ada seorang pun yang menyembah Dia. Karena pribadi Allah yang sempurna tidak ditentukan oleh kasih kita terhadap Dia, puji-pujian kita terhadap Nya, dan penyembahan kita terhadap Nya.
Pada dasarnya (saya berani mengatakannya), didalam kesempurnaan Nya, Allah tidak membutuhkan kasih, pujian, ataupun penyembahan kita. Sebenarnya Dia ingin kita menyembah, mengasihi, dan memuji Dia adalah hanya karena Dia menciptakan manusia dengan natur seperti itu. Kita benar-benar akan hancur dan kehilangan identitas diri kita ketika kita tidak mengasihi, memuji, dan menyembah Allah.
Sekali lagi, ini bukan karena Allah membutuhkan itu semua (kasih,pujian,dan penyembahan manusia), tetapi hanya karena kita sendirilah yang butuh untuk memberikan pujian, penyembahan, dan kasih kita terhadap Allah. Kebutuhan kita yang paling mendasar adalah mengasihi Allah, memuji Allah, dan menyembah Allah. Kita akan hancur dan kehilangan identitas kita sebagai manusia ketika kita tidak melakukannya.
Kedua, dalam sebuah kesempatan, saya membaca notes facebook seorang teman saya dimana dia berbicara tentang betapa film Passion of The Christ adalah film yang tidak sesuai dengan konteks Alkitab yang sebenarnya. Dia meyayangkan betapa banyaknya adegan-adegan yang didramatisir dalam film tersebut dimana itu semua tidak Alkitabiah.
Di satu sisi saya mengiyakan kalimat dia perihal dramatisasi film dan beberapa adegan yang tidak tercatat dalam Alkitab (sehingga dia mengatakan "tidak Alkitabiah"). Tetapi saya khawatir setiap orang yang membaca notes yang dia tulis dan mencerna bulat-bulat argumentasinya, akan terhanyut oleh kritik-kritik terhadap film tersebut dan pada akhirnya gagal melihat pesan agung yang ingin disampaikan melalui film tersebut. Saya berani mengatakan bahwa keseluruhan notes nya adalah kritikan terhadap film tersebut dan sangat menyayangkan mengapa dia tidak mengangkat pesan agung dari film yang dikritiknya dalam tulisan tersebut sehingga mata pembaca mampu melihat "sedikit kebaikan" diantara "banyak keburukan" dalam film itu.
Saya pernah mendengar sebuah kalimat bijak seperti ini :
" Ada dua orang yang sedang berada di sebuah hutan belantara dan sama-sama menemukan bunga mawar yang tumbuh dikelilingi oleh semak belukar. Namun kedua orang itu punya cara pandang yang berbeda (yang pada akhirnya memiliki respon/perasaan yang berbeda). Orang pertama merasa marah, kecewa, dan sedih melihat bunga mawar yang indah itu tumbuh tetapi dikelilingi oleh semak belukar. Orang yang kedua merasa bersyukur, berterimakasih, dan senang, karena ditengah semak belukar seperti itu masih terdapat bunga mawar indah yang bisa tumbuh. "
Apabila kita juga ikut menyerang film Passion of The Christ dengan berbagai kritikan, maka kita juga harus mampu menjaga diri kita sehingga kita juga mampu melihat hal-hal baik dalam film tersebut. Dan menurut saya ini berlaku terhadap semua peritiwa dalam hidup yang menggoda kita untuk memberikan kritik dan bahkan cercaan.
Pada akhirnya saya percaya bahwa dalam kondisi paling sulit sekalipun, kita harus meminta hikmat Tuhan sehingga kita mampu melihat kebaikan Nya dalam kondisi sulit itu. Dan kita mampu mengucapkan syukur atas semua peristiwa dalam hidup ini. Karena tidak ada satu hal pun yang terjadi diluar kehendak Allah. Dan kehendak Allah bagi kita (sudah jelas) ialah semua yang terbaik buat kita.
Ketiga : saya pada akhirnya semakin diteguhkan bahwa kita tidak mungkin bisa memahami masalah kejahatan tanpa berbicara tentang eksistensi Allah. Hal ini tidak berlaku bagi orang ateis. Mereka menganggap bahwa kejahatan yang menimbulkan penderitaan telah membuktikan bahwa Allah itu tidak ada. Buat saya justru adanya kejahatan semakin meneguhkan eksistensi Allah.
Ada sebuah kalimat bijak yang mengatakan
Pada dasarnya kegelapan itu adalah ketiadaan terang.Apa yang kalimat itu coba sampaikan sebenarnya adalah kegelapan adalah absennya terang. Fokus dari kalimat ini sebenarnya adalah terang. Ketika dalam sebuah ruangan gelap dan tertutup diletakkan sebuah lilin, maka terang dari lilin tersebut akan menghapus kegelapan disekitarnya. Tetapi kegelapan itu sendiri tidak bisa menghapus terang yang ada.
Keempat : Tentang perasaan. Ketika saya mendengar orang-orang mengatakan seperti ini "tadi saya merasa meletakkan kunci saya disini" atau "tadi saya merasa sudah memberikan barang itu kepadanya". Terhadap pernyataan-pernyataan yang memakai kalimat "saya merasa..." biasanya akan saya balas dengan gurauan "ah, jangan terlalu memakai perasaan".
Orang seperti saya biasanya sangat enggan menggunakan atau lebih tepatnya mengakui perasaan saya. Saya pikir sungguh geli kedengaranya ketika pria memakai perasaan. Terlalu feminim rasanya. Ga laki kata seorang teman saya. Tetapi benarkah demikian?
Perasaan adalah ekpresi kita terhadap sebuah hal. Perasaan itu meliputi rasa marah, senang, kecewa, sedih, takut, bahagia, dsb. Dalam buku Ravi Zacharias yang berjudul Cries of Heart dituliskan tentang berita yang mengejutkan dimana komputer supercanggih buatan IBM bernama Deep Blue yang berhasil mengalahkan juara catur dunia Gary Kasparov dalam sebuah pertandingan catur. Perhatikan referensinya tentang emosi dan perasaan yang begitu manusiawi :
Pendapat bahwa Deep Blue memiliki pikiran adalah ide yang absurd. Bagaimana mungkin sebuah objek yang tidak memiliki keinginan, tidak takut apa-apa, tidak menikmati apa-apa, tidak membutuhkan apa-apa, tidak mempedulikan apa-apa dapat memiliki pikiran? Dia bisa menang dalam permainan catur, tapi bukan karena dia menginginkannya. Dia tidak senang ketika menang atau sedih ketika kalah. Apa dia bisa bersenang-senang jika mengalahkan Kasparov? Apakah dia bisa berharap mengajak Deep Pink kencan ke kota? Dia tidak peduli terhadap catur atau apapun juga. Dia bermain catur untuk alasan yang sama dengan kalkulator yang menjumlahkan sesuatu atau alat pemanggang roti yang memanggang roti karena dia adalah mesin yang dirancang untuk tujuan itu.. Tidak peduli seberapa luar biasanya yang dapat mereka tampilkan, didalam mereka akan tetap nol besar.. tidak ada komputer yang mempunyai pikiran tiruan mempunyai emosi tiruan juga.
Sungguh suatu pemberian yang unik yang Allah taruh dalam diri manusia yaitu kapasitas untuk merasakan. Perasaan adalah sebuah kapasitas yang membedakan manusia dengan robot. Dan saya bersyukur Allah menciptakan manusia dengan kemampuan untuk merasakan.
No comments:
Post a Comment