Thursday, September 13, 2012

Prinsip Emas dan Manusia


Ada pertanyaan dan kebingungan yang sempat muncul dalam diri saya. Kira-kira begini :
Harry, anda mengatakan kalau kita memerlukan Tuhan untuk bisa menjelaskan kebaikan dan kejahatan. Karena Allah adalah titik acuan yang benar-benar baik dan sempurna. Tetapi,bagaimana anda tahu bahwa Allah itu maha baik sehingga Dia menjadi standard untuk membedakan mana yang baik dan yang jahat? Lagipula, kita tidak memerlukan Allah untuk sekedar membedakan mana yang baik dan yang jahat. Kita semua lahir dengan prinsip tersebut. Prinsip itu disebut Prinsip Emas : "Jangan lakukan sesuatu kepada orang lain jika anda tidak ingin diperlakukan seperti itu". Jika anda tidak ingin dibunuh, berarti membunuh orang lain adalah jahat. Jika anda tidak ingin ditindas, berarti menindas itu salah. Jika harta anda tidak ingin dirampok, berarti merampok itu salah. Anda bisa menambahkannya lagi. Itu saja kunci membedakan baik dan jahat. Dan prinsip emas itu berlaku dimanapun dan jadi standardnya. Sama sekali kita tidak membutuhkan Allah. 
Bahkan, Adolf Hitler juga sebenarnya memiliki naluri tersebut. Dia sebenarnya tahu bahwa membunuh dan menindas itu adalah hal yang salah karena Hitler tentunya tidak ingin diperlakukan seperti itu. Dia tahu bahwa dia tidak sedang melakukan kebenaran. Tetapi dia melawan prinsip tersebut. Akibatnya berdasarkan prinsip tersebut, kita mengkategorikan Hitler jahat dan Hitler sendiri pun tahu bahwa dia jahat karena dia melakukan sesuatu yang dia sendiri tidak mau diperlakukan seperti itu.
Tetapi kemudian saya menyadari bahwa argumentasi saya diatas pada dasarnya hendak mengatakan bahwa Prinsip Emas dan manusia adalah satu kesatuan. Prinsip Emas ada dalam diri setiap manusia.

Tetapi setelah saya renungkan, nyatanya tidak demikian. Kalau prinsip emas dan manusia adalah satu kesatuan artinya manusia adalah kebaikan itu sendiri. Tapi faktanya manusia bisa berlaku jahat dari zaman dulu hingga saat ini. Kita harus sadari bahwa, "manusia" dan "Prinsip Emas" adalah dua hal yang terpisah. Manusia bisa saja tahu mengenai prinsip emas ini tetapi melanggarnya sehingga manusia itu diberikan label "jahat".

Saya akan memberikan ilustrasi untuk memudahkannya. Begini, "ketepatan" dan "kalkulator" adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kalkulator tidak mungkin memberikan hasil yang "tidak tepat". Dia hanya bisa memberikan hasil yang tepat. Sehingga "kalkulator" dan "ketepatan" adalah satu kesatuan utuh. Kalkulator adalah ketepatan, dan ketepatan adalah kalkulator. Oleh karena kalkulator dan ketepatan adalah satu kesatuan utuh, maka kalkulator bisa kita jadikan standar untuk perhitungan yang kita lakukan dalam kepala kita.

Tetapi berbeda dengan "Prinsip Emas" dan "manusia". Prinsip Emas dan manusia bukanlah satu kesatuan. Mereka terpisah. Sehingga manusia bisa saja memilih untuk melakukan hal yang berlawanan dengan Prinsip Emas. Tidak seperti kalkulator yang hanya bisa memberikan hasil yang "tepat". Manusia bukanlah Prinsip Emas dan Prinsip Emas bukanlah manusia. Mereka terpisah. Prinsip Emas itu adalah sesuatu yang ada di luar diri manusia.

Keterpisahan ini membawa kita ke dalam sebuah kesimpulan yang penting. Karena Prinsip Emas dan manusia adalah dua hal terpisah, berarti Prinsip Emas itu telah sengaja diberikan dalam diri setiap manusia. Berarti ada yang telah memberikan Prinsip Emas itu dalam hati setiap manusia. Ada yang menanamkan Prinsip Emas tersebut.

Prinsip Emas Yang Baik itu haruslah diberikan oleh sesuatu yang juga harus benar-benar baik. "Sang Pemberi Prinsip Emas" ini dan "Prinsip Emas" tersebut haruslah merupakan satu kesatuan utuh. Seperti kalkulator, si Pemberi Emas ini hanya mampu melakukan kebaikan dan tidak ada setitik noda kejahatan pun dalam diri Nya. Prinsip Emas ini pada dasarnya adalah kasih. Kita mengasihi seseorang jika berbuat hal yang baik kepada orang tersebut. Sehingga Si Pemberi Prinsip Emas dan Kasih haruslah satu kesatuan utuh. Saya menemukan hanya iman Kristen lah yang berkata bahwa Allah adalah Kasih. Dan standard Kasih Nya sangat tinggi dan mulia.

Soli Deo Gloria

No comments:

Post a Comment