Oke mari kita batasi bahasan ini kepada aspek SARA (Suku, Ras, Agama, Antar Golongan) dan dalam konteks bangsa Indonesia. Karena tanggal 28 Oktober tinggal sebulan lagi, mari kita sedikit flashback dan me-refresh kepada kejadian 85 tahun lalu. Sebuah peristiwa bersejarah bangsa Indonesia yang dikenal sebagai hari Sumpah Pemuda.
Sumpah Pemuda lahir ketika Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Para pemuda dari segala penjuru Indonesia waktu itu menyadari bahwa perlawanan yang bersifat kedaerahan (terpisah-pisah) dalam melawan penjajah tidak akan pernah bisa berhasil. Kita tahu bagaimana perlawanan Teuku Umar dan Cut Nyak Dien di Aceh, Sisingamangaraja di Tapanuli, Tuanku Imam Bonjol di Padang, Pangeran Diponegoro di Jateng, I Gusti Ngurah Rai di Bali, Sultan Hasanuddin di Sulawesi, sampai kepada Pattimura di Maluku. Semuanya kandas dan tidak berhasil mengusir penjajah.
Mengapa? Karena mereka belum bersatu!
Kesadaran akan pentingnya persatuan inilah yang membuat para pemuda Indonesia dari berbagai penjuru Nusantara melepaskan atribut Suku, Ras, Agama, dan Golongan nya dan bersatu dalam memperjuangkan kemerdakan atas penjajah. Mereka berkumpul dan mendeklarasikan Sumpah Pemuda yang bersejarah itu.
Pertama
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. ( Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia)
Kedoewa
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.(Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia)
KetigaPeristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 itulah yang menjadi titik awal dalam memulai perjuangan kemerdakaan dengan semangat persatuan. Dan semangat persatuan itulah yang membawa Indonesia menjadi negara merdeka tanggal 17 Agustus 1945. Dimana kemerdekaan ini diraih karena semangat Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tapi tetap satu).
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.(Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.)
Dari peristiwa 85 tahun lalu itu, kini kita melihat Indonesia di masa sekarang dimana semangat ke-Bhinekaan sepertinya makin pudar. Rakyat negeri ini sepertinya lupa bahwa kemerdekaan Indonesia tahun 1945 hanya mungkin bisa diraih dengan semangat ke-Bhinekaan. Tidak akan ada Indonesia hari ini jika 85 tahun yang lalu para pemuda masih memikirkan kesukuan mereka, agama mereka, ras mereka, dan golongan mereka. Tidak akan ada Indonesia hari ini, kawan! Ingatlah itu ketika kita mulai berpikir egois dan menciderai semangat ke-Bhinekaan hanya karena alasan SARA.
Jadi singkirkan kata-kata mayoritas/minoritas dalam kamusmu. Jangan ciderai semangat kebhinekaan yang sudah ditanamkan para pahlawan kemerdakaan. Jika seseorang memang mampu mengapa kita menghalanginya dengan mengungkit-ungkit dia dari suku apa, agama apa, ras apa, ataupun golongan apa. Ini Indonesia bung!
No comments:
Post a Comment