Baru-baru ini saya cukup tergelitik membaca sebuah berita di Kompas yang mengatakan bahwa salah seorang artis Indonesia menangis karena berat badannya yang naik. Kontras dengan itu, baru-baru ini juga, saya menonton sebuah film yang luar biasa bagus berjudul Schindler List. Di film itu, aktor utamanya, Oscar Schindler juga menangis karena dia merasa seharusnya dia masih bisa menyelamatkan satu lagi nyawa manusia dari kekejaman Adolf Hitler dan tentara Nazi. Lalu saya bertanya, mengapa yang seorang menangis karena berat badannya yang naik sementara yang seorang lagi menangis karena merasa seharusnya masih bisa menyelamatkan satu nyawa manusia lagi?
Pertanyaan ini meyakinkan saya kepada sebuah kesimpulan penting yaitu, apa yang kita tangisi biasanya dapat menjadi indikator karakter kita.
Kalau kita menangis karena lapar, merasa tidak nyaman, atau ingin cari perhatian, kita tidak berbeda jauh dengan bayi karena bayi juga seperti itu. Kalau kita menangis karena usaha kita tidak dihargai dan ditolak orang lain mungkin karena kita lebih mengasihi diri sendiri. Atau menangis karena tidak tahan/gagal menghadapi tantangan hidup yang berat.
Apa yang membuat Anda menangis?
Pertanyaan kepada diri sendiri ini membawa saya kembali mengingat kisah tangisan Nehemia (Nehemia 1:4), tangisan Yeremia (Yer 9:1), tangisan Paulus (Kis 20:19) dan bahkan tangisan Yesus (Luk 19:41). Baik Nehemia, Yeremia, Paulus, dan Yesus menangis untuk suatu tujuan yang lebih besar dari diri sendiri yaitu untuk kepentingan orang banyak dan kemuliaan Allah. Seringkali linangan air mata kita menunjukkan level keseriusan kita dalam komitmen kita untuk menjadi berkat bagi orang banyak.
Apa yang membuat Anda menangis?
No comments:
Post a Comment