Saturday, December 29, 2012

Menuju Tahun 2013 : I know Who holds tomorrow

Sebentar lagi tahun akan berganti. Jika melihat ke belakang, sepanjang tahun 2012, terlihat jejak kaki Nya disepanjang perjalananku. Aku tahu Dia tidak pernah meninggalkanku barang sedetikpun. Bersyukur untuk semua pemberian Tuhan sepanjang tahun ini. Begitu banyak yang bisa kusyukuri.

Tahun 2013 tinggal hitungan jam. Berbagai planning untuk tahun 2013 sudah dibuat. Ada sedikit ketakutan menjalani tahun 2013. Akan bagaimana hidupku di ujung tahun 2013 nanti? Tetapi satu lagu ini sungguh menguatkanku untuk melangkah memasuki tahun 2013. Lirik yang sungguh indah. Aku tidak perlu takut, karena aku tahu tangan Tuhan yang pegang, I know Who holds tomorrow.

1.
Tak ‘ku tahu ‘kan hari esok,
namun langkahku tegap
Bukan surya kuharapkan,
kar’na surya ‘kan lenyap.

O tiada ‘ku gelisah,
akan masa menjelang;
‘ku berjalan serta Yesus.
Maka hatiku tenang.

Refrein:
Banyak hal tak kufahami
dalam masa menjelang.
Tapi t’rang bagiku ini:
Tangan Tuhan yang pegang.

2.
Makin t’ranglah perjalanan,
makin tinggi aku naik.
Dan bebanku makin ringan,
makin nampaklah yang baik.

Di sanalah t’rang abadi,
tiada tangis dan keluh;
Di neg’ri seb’rang pelangi,
kita k’lak ‘kan bertemu.

3.
Tak ‘ku tahu ‘kan hari esok,
mungkin langit ‘kan gelap.
Tapi Dia yang berkasihan,
melindungi ‘ku tetap.

Meski susah perjalanan,
g’lombang dunia menderu,
dipimpinNya ‘ku bertahan
sampai akhir langkahku.


Wednesday, December 26, 2012

Tanggapan sebuah artikel

Tulisan ini 100% hanyalah sebuah tanggapan saya terhadap artikel yang ditulis di alamat ini
http://m.voa-islam.com//news/aqidah/2011/12/25/12415/hukum-mengucapkan-dan-menjawab-selamat-natal/
Tanggapan saya ini tentu saya tuliskan berdasarkan Alkitab (Sola Scriptura) dan saya tidak akan berusaha mencari kelemahan dalam agama Islam, tetapi hanya ingin memberikan jawaban terhadap kekeliruan mereka terhadap iman Kristen.
Adapun kekeliruan mereka dalam artikel tersebut ialah :

Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak.” (QS. al-Jin: 3). “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.”(QS. Al-An’am: 101)

Tulisan/ayat ini jelas-jelas keliru karena ketika mereka mendengarkan frasa "Anak Allah", mereka berpikir bahwa Allah orang Kristen memiliki anak (atau isteri) dalam pengertian yang biologis. Mereka sebenarnya tidak mengerti apa yang iman Kristen maksudkan ketika mengatakan "Anak Allah". Sebenarnya bukan hanya frasa ini saja, masih ada frasa-frasa lain dalam Alkitab yang jika tidak dipahami maksudnya maka pemahaman kita bisa keliru. Misalnya Alkitab mengatakan bahwa Kristus adalah "Mempelai Pria" dan gereja (umat yang dipilihNya) adalah "Mempelai Wanita". Jika pengertian kita dangkal (dan kita sudah puas dengan pengertian seperti itu), kita tentu akan berpikir mengenai frasa "mempelai pria" dan "mempelai wanita" dalam pengertian biologis.

Pertama, sama seperti frasa "mempelai pria" dan "mempelai wanita", frasa "Anak Allah" juga berbicara mengenai RELASI, dan bukan biologis. RELASI manapun selalu membutuhkan unsur KASIH. Dan pada kenyataannya kasih adalah esensi iman Kristen. Sehingga hal yang paling baik ketika berbicara mengenai kasih adalah ketika kita berbicara mengenai relasi antara Allah Tritunggal (Allah, Anak, Roh Kudus). Memang saya sendiri tidak bisa memahami Allah Tritunggal tetapi hal itu tidak membuat saya meragukan iman Kristen. Saya dapat mempercayai Allah (dalam iman Kristen) atas hal-hal yang tidak saya pahami KARENA hal-hal yang sudah Dia nyatakan yang dapat saya ketahui dengan pasti dengan hati dan akal budi saya. Karena berusaha menjelaskan ke-Tritunggal-an Allah secara menyeluruh seperti berusaha menjelaskan internet kepada seekor semut. Semut itu tidak akan pernah mengerti kemahabesaran internet.

Kedua, adanya frasa-frasa tersebut justru menunjukkan betapa Allah dalam iman Kristen adalah Allah yang sangat dekat dengan umatNya yang dikasihiNya. Dia bukanlah Allah yang jauh diawan-awan menimbang-nimbang perbuatan baik dan jahat manusia seperti tukang daging. Dia bukanlah Allah yang senang melihat umatNya menderita supaya dapat diampuni. Dia bukanlah Allah yang dapat disogok dengan amal perbuatan baik kita agar kita bisa masuk ke sorga. Karena memang kita tidak akan pernah bisa menyogok Allah yang Maha Suci dan Sempurna dengan perbuatan baik kita yang seperti kain kotor tersebut.

Ketiga, sebagai manusia yang hina dan tidak ada apa-apanya ini, kita tidak mungkin pernah bisa mengerti kedalaman dan kebesaran cara berpikir Allah. Ketika Allah mengatakan "Anak", sebenarnya Allah menggambarkan sebuah relasi yang dapat dipahami oleh manusia itu sendiri. Dan relasi yang terdekat dalam hidup manusia adalah relasi antara "ayah dan anak" sehingga Allah memakai frasa itu untuk menggambarkan kedekatan relasi tersebut dengan harapan agar manusia bisa mengerti kedalaman maknanya. Bukan malah mengartikan frasa itu secara biologis! Hal yang sama juga berlaku dengan frasa "mempelai pria" dan "mempelai wanita". Kedua frasa tersebut juga menunjukkan relasi yang sangat erat, dimana Kristus sangat mencintai gerejaNya dan akan kecewa ketika gerejaNya (kita) menghianati cinta Nya, berpaling dari Dia, dan menolak Dia. Sekali lagi, TOLONG jangan bawa pengertian ini ke hal yang sangat, sangat dangkal sebatas pengertian biologis semata.

Iman Kristen sederhananya adalah iman tentang relasi dimana ada kasih didalamNya. Relasi dalam ke-Tritunggal-an Allah, relasi Allah terhadap ciptaan-Nya, dan relasi manusia dengan sesamanya. Kristus yang adalah Anak Allah memampukan setiap kita yang berdosa tetapi percaya, memiliki relasi yang intim dengan Allah ketika kita memanggilnya "Bapa". Dan seperti yang sering saya katakan bahwa  love is the basic human need. Karena itulah semua orang sebenarnya membutuhkan sosok Allah yang adalah Kasih itu sendiri...dalam sebuah relasi yang intim.
Dan.. (maafkan jika saya terlalu berani berterus terang).. karena itu pula lah semua orang sebenarnya membutuhkan Kristus.

Saturday, December 22, 2012

Work Hard

Salah satu buku "International Bestseller" yang sangat saya rekomendasikan untuk dibaca adalah buku karangan Malcom Gladwell yang berjudul "Outlier". Dalam bukunya tersebut, Malcom memaparkan dengan brilian faktor-faktor yang membuat seseorang menjadi sukses dalam meraih tujuan-tujuan hidupnya. Salah satu faktor yang dia kemukakan dengan argumentasi dan fakta yang cemerlang ialah "Kaidah 10.000 Jam".

Kaidah 10.000 jam pada dasarnya mengatakan bahwa jika seseorang ingin menjadi seorang ahli dalam suatu bidang, dia harus menginvestasikan waktunya selama 10.000 jam untuk bidang tersebut. Malcom mengatakan bahwa seorang pemain biola yang hebat "sudah membayar" 10.000 jam untuk bisa menjadi seorang pemain biola yang sukses. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata talenta seseorang hanya berkontribusi 5% terhadap kesuksesannya, sedangkan 95% sisanya adalah latihan (usaha dan kerja keras). Mirip sekali dengan kata-kata Thomas Alva Edison bahwa : Success is 10 percent inspiration and 90 percent perspiration.

Seorang pemimpin wanita Myanmar, Aung San Suu Kyi juga pernah berkata dengan sangat baik : 
"You can only hope as hard as you work. We work very hard, so we have the right to hope.”
Ya memang benar, kerja keras adalah syarat untuk bisa menjadi sukses. Tidak peduli dalam hal apa dan bidang apa yang kita tekuni, tidak ada yang bisa menggantikan kerja keras dalam meraih kesuksesan. Karena kesuksesan adalah tangga yang tidak akan dapat kita panjat dengan kedua tangan di dalam saku.

Keyword : Tujuan hidup, 10.000 jam, Outlier, kerja keras, Aung Suu Kyi

Sunday, December 2, 2012

Flash of Mind VI

Flash of Mind : Sesuatu yang melesat tiba-tiba dalam pikiran.

Pertama. Saya tidak akan ragu akan hal ini : Bahwa dosa menyebabkan banyak sekali penderitaan manusia. Dosa pada dasarnya adalah ketidaktaatan manusia terhadap Allah. Penderitaan manusia sebenarnya adalah karena ulah manusia itu sendiri yang lebih mentaati yang lain dibandingkan Allah. Lebih lanjut, ketika seseorang berdosa ia tidak hanya memunculkan penderitaan kepada dirinya sendiri tetapi juga akan membuat orang lain menderita akibat perbuatan dosanya. Alkitab banyak memberikan contohnya (Kisah Adam, Hawa, Abraham, Simson, Daud, Salomo, Raja Firaun, Raja Herodes, dll). Yakobus 1:14-15 berkata :
Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut. 
Jadi, ketika kita dalam kondisi sulit, coba cek apakah kita telah melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Memang kondisi sulit yang kita alami tidak serta merta menunjukkan kita sedang tidak taat. Tetapi ketidaktaan kita pada Firman Allah (dosa) pasti memunculkan penderitaan bagi diri sendiri dan bahkan bagi orang lain.

Kedua, berkaitan dengan yang pertama, sekarang saya agak bingung apa perbedaan antara berada dalam "zona nyaman" dan "rasa damai". Sampai saat ini saya merasa zona nyaman adalah kondisi yang harus kita hindari kalau ingin men-improve diri. Rasa tidak nyaman akan muncul sebagai akibat keluar dari zona tersebut. Misalnya ketika pertama kali memberanikan diri untuk pidato di depan umum kita pasti merasa gelisah dan tidak tenang tetapi itulah langkah awal untuk membiasakan diri cakap dalam berpidato. Dilain sisi, saya juga mendapatkan petunjuk bahwa "rasa damai" adalah indikasi kita sedang berjalan dalam rencana Tuhan (kita sedang melakukan kehendak Tuhan). Tetapi yang saya rasakan saat ini tidak bisa dikatakan damai (menurut defenisi "damai" yang saya pahami) karena saya memang sedang berusaha keluar dari zona nyaman saya dengan mengambil tantangan-tantangan baru yang bisa membuat saya bertumbuh. Singkat kata, apakah keluar dari zona nyaman (yang berarti munculnya rasa gelisah/tidak ada "rasa damai") bukan merupakan kehendak Tuhan? Kebingungan ini bertambah karena Alkitab juga memberi petunjuk pada saya bahwa Allah ingin saya bertumbuh dan memaksimalkan talenta yang sudah Dia berikan. Berarti Allah tidak ingin saya berlama-lama berada dalam zona nyaman saya. Mungkin kebingungan ini akan terjawab ketika saya mengetahui makna dan defenisi "rasa damai" yang dimaksud oleh Allah dalam Alkitab. Jadi, seperti apakah rasa damai yang benar itu?

Ketiga, saya heran melihat bangsa Indonesia saat ini. Jika belajar dari sejarah, Indonesia merdeka hasil perjuangan sendiri pada tahun 1945. Kemerdekaan bangsa ini dibayar dengan darah para pejuang. Tetapi sudah 67 tahun merdeka, kemajuan bangsa ini sangat lambat jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Sebut saja Malaysia yang baru merdeka pada tanggal 13 Agustus 1957 (selisih 12 tahun). Itupun bukan hasil perjuangan pertempuran melawan penjajah seperti Indonesia. Tetapi saat ini negara Malaysia sudah lebih maju dibandingkan Indonesia. Harusnya Malaysia tertinggal 12 tahun dari Indonesia bukan? Atau bandingkan dengan Jepang yang tahun 1945 dibombardir habis-habisan oleh bom atom tentara sekutu. Tetapi mereka cepat bangkit dan menjadi salah satu negara yang disegani diseluruh dunia. Lihatlah Singapura yang baru merdeka tahun 1965 (selisih 20 tahun!). Negeri yang tidak lebih luas dari DKI Jakarta ini menjadi negara maju dan disegani. Mengapa Indonesia yang sudah merdeka lebih dulu dari Singapura dan Malaysia malah sudah ketinggalan dari kedua negara tersebut? Mengapa Indonesia dan Jepang yang sama-sama mulai dari titik nol (tahun 1945) tetapi meraih pencapaian yang berbeda? Padahal Indonesia diberkahi dengan kekayaan alam, budaya, minyak, gas alam, bahan tambang, pertanian, perikanan, dll. Sangat kontras dengan Jepang, Malaysia, ataupun Singapura. Apakah saya salah jika menyebut bahwa ketertinggalan bangsa ini adalah karena mental anak bangsa nya yang telah kehilangan mental pejuang seperti para pahlawan kita dulu. Yang rela berkorban demi bangsanya, berani, tangguh, dan pantang menyerah. Mental seperti itulah yang harus ada dalam diri rakyat Indonesia jika ingin negara ini menjadi negara yang maju.

Keempat, saya tidak bisa membayangkan seandainya Nomensen tidak pergi ke Tapanuli untuk memberitakan Injil untuk bangsa Batak. Akan jadi apa bangsa Batak saat ini? Tapanuli yang berjarak sangat jauh dari kampung kelahiran Nomensen di Jerman menjadi sasaran penginjilan Nomensen. Syukur kepada Allah atas kehadiran Nomensen di tanah Batak dua abad lalu. Terimakasih buat para pahlawan iman yang membaktikan seluruh hidupnya dan meninggalkan segala-galanya demi memenangkan jiwa-jiwa manusia, membawa orang kepada Kristus. Soli Deo Gloria :)